BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Al-Quran merupakan satu-satunya kitab di dunia ini yang kandungannya tidak henti-hentinya dibahas sejak 14 abad yang lalu sampai sekarang, dibahas tidak hanya oleh orang muslim, tapi orang non muslim juga tidak henti-hentinya membahas kandungan al-Quran.
Hal ini merupakan salah satu wujud kemukjizatan al-Quran. Al-Quran yang ketika orang-orang membahas kandungannya, bukanlah menjadi terhenti pembahasan al-Quran itu, akan tetapi malah semakin luas makna yang dikandung al-Quran tersebut.
Salah satu objek pembahasan ketika al-Quran itu dikaji adalah pembahasan Makkiyah dan madaniyah dalam al-Quran. Permasalah ini merupakan permasalahan yang hampir-hampir tidak pernah luput dari objek kajian ulu>m al-qur’a>n, mengingat bahwa pembahasan ini mempuanyai andil yang penting dalam penafsiran al-Quran.
Untuk dapat memahami al-Quran dengan pemahaman yang benar, maka kita tidak hanya dituntut untuk mengkaji teks al-Quran saja, tapi juga harus memahami konteks al-Quran, dimana ayat tersebut turun dan bagaimana pengaruh lingkungan, alam, dan keadaan masyarakat terhadap teks-teks ayat al-Quran, itu adalah salah satu alasan pengkajian ilmu ini.
Dewasa ini juga semakin marak terdengar kritikan-kritikan tentang teks al-Quran yang dianggap tidak sistematis, ayat-ayat yang turun di Mekkah selalu penuh dengan ayat siksaan, sementara ayat-ayat yang turun di Madinah kosong dari ayat siksaan, sehingga terdengan ucapan dari beberapa orientalis bahwa al-Quran adalah buatan Muhammad, oleh karena itu teks-teksnya terpengaruh pada keadaan masyarakat yang ia tempati, ketika di Mekkah yang perawakan penduduknya kasar, maka ayat-ayat yang turun di Mekkah selalu penuh dengan ayat siksaan. Sementara ayat-ayat yang turun di Madinah kosong dari ayat- ayat siksa, karna perawakan penduduk Madinah yang lembut, jadi pribadi Muhammad tidak merasakan siksaan disana, karna itu al-Quran yang dia buat di Madinah kosong dari ayat siksaan.
Hal-hal seperti inilah yang perlu kita kaji, hal-hal mengenai al-Quran yang harus dipahami kaum muslim, karna al-Quran sebagaimana yang kita tahu bukan hanya untuk dibaca tapi untuk dipahami makna dan kandungannya.
B. Rumusan masalah
Berdasar pada gambaran tentang Makkiyah dan Madaniyah di atas dan beberapa permasalahannya, maka ada beberapa rumusan masalah yang akan dibahas dalam pembahasan kali ini, yaitu:
1. Apa pengertian Makkiyah dan Madaniyah
2. Apa ciri-ciri Makkiyah dan Madaniyah
3. Bagaimana pembagian surah dalam al-Quran dari segi Makkiyah dan Madaniyahnya
4. Apa faidah mempelajari Makkiyah dan Madaniyah dalam al-Quran
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian makkiyah dan madaniyah
Secara bahasa, kata Makkiyah dan Madaniyah diambil dari nama dua kota suci agama islam, yaitu Mekkah dan Madinah. Kata Makkiyah dan Madaniyah biasa kita pahami sebagai pembagian ayat suci al-Quran yang terkait dengan kota Mekkah dan Madinah.
Dalam bahasa Arab, kata Makkiyah adalah kata yang merujuk kepada tempat yang paling suci di atas bumi, tempat para Nabi dan tempat turunnya wahyu.
Adapun kata Madaniyah juga adalah kata yang merujuk pada kota tempat Rasulullah tinggal.[1]
Adapun secara istilah, para ulama tafsir berbeda pendapat tentang makna setiap dari Makkiyah dan Madaniyah dalam beberapa pengistilahan, hal tersebut dikarenakan perbedaan mereka dalam memahami ayat Makkiyah dan ayat Madaniyah. Sebagian ulama memandang bahwa pengklasifikasian ayat al-Quran kepada Makkiyah dan Madaniyah itu tergantung pada tempat dimana ayat tersebut turun.
adapula yang menentukan Makkiyah atau Madaniyahnya sebuah ayat al-Quran itu tergantung pada waktu turunnya, dan yang lain mementukan penetapan Makkiyah dan Madaniyah sebuah ayat tergantung pada ciri yang dikandung ayat tersebut, berikut kita lihat pendapat para ulama tentang pengertian Makkiyah dan Madaniyah dalam al-Quran.
1. Makkiyah, adalah apa yang teks atau dialognya ditujukan pada penduduk Mekkah, sedangkan Madaniyah adalah apa yang teks atau dialognya ditujukan kepada penduduk Madinah.
Pendapat ini mengatakan bahwa ayat-ayat al-Quran yang dimulai dengan “يا أيها الناس” maka ayat tersebut adalah Makkiyah, sedangkan ayat-ayat yang dimulai dengan “يا أيها اللذين أمنوا” adalah madaniyah, karena kekafiran itu banyak terdapat di Mekkah, maka al-Quran menyapa mereka dengan “يا أيها الناس”. Dan karena mayoritas penduduk madina telah beriman maka al-Quran menyapa penduduk Madinah dengan lafaz” يا أيها اللذين أمنو”. Sementara sebagian yang lain menggunakan lafaz “يا بني أدم” atau"يا أيها الناس"sebagai sapaan al-Quran pada penduduk Mekkah yang menunjukkan ayat itu adalah Makkiyah, dan “يا أيها اللذين أمنوا” sebagai sapaan al-Quran pada penduduk Madinah yang menunjukkan bahwa ayat tersebut adalah Madaniyah.[2]
Jika kita memperhatikan pendapat pertama ini, kita akan menemukan sisi kebenaran tapi juga terdapat kekurangan dari pengertian ini, kita bisa melihat di dalam al-Quran bahwa memang banyak ayat-ayat yang ketika ayat tersebut ditujukan untuk penduduk Mekkah maka ayat tersebut menggunaan sapaan “يا أيها الناس” atau “يا بني أدم” tetapi di dalam al-Quran juga banyak surah-surah Madaniyah atau ayat ayat yang ditujukan kepada penduduk Madinah tetapi menggunakan sapaan “يا أيها الناس”, seperti pada surah al-Nisa’ yang merupakan surah Madaniyah, tetapi awal surah itu berbunyi “يا أيها الناس”. Begitupula pada surah al-Haj yang merupakan surah Makkiyah tetapi di akhir surat tersebut menggunakan kata “يا أيها اللذين أمنوا”.
Maka jika kita perhatikan maka pengertian yang pertama ini belum bisa dikatakan sebagai pengertian yang tepat untuk mendefenisikan Makkiyah dan Madaniyah, karna jika kita menggunakan pengertian ini maka masih ada surah-surah yang bercirikan surah Makkiyah tetapi sebenarnya adalah surah Madaniyah, dan begitu juga sebaliknya.
2. Makkiyah adalah, apa yang turun di Mekkah walaupun setelah hijrah, dan Madaniyah adalah apa yang turun di Madinah. dan masuk dalam kawasan Mekkah seperti Mina, Arafah, Hudaibiyah, dan masuk dalam kawasan Madinah seperti Badr dan Uhud, dan pembagian ini mengkonsentrasikan pembagian pada tempat turunnya.[3]
Jika kita meneliti pendapat ini, maka masih ada celah yang tidak tertutupi. Karena pendapat kedua ini menentukan Makkiyah dan Madaniyahnya sebuah ayat atau surah berdasar pada tempat turunnya ayat atau surah tersebut, padahal kita ketahui ada ayat atau surah yang tidak turun di kawasan Mekkah maupun di kawasan Madinah. Seperti misalnya ayat al-Quran di dalam surah (al-Zuhruf) “واسأل من أرسلنا من قبلك من رسلنا” Ayat ini turun di Baitul al-Maqdis pada malam Isra>’.[4]
3. Pendapat yang ketiga, pendapat ini adalah pendapat yang paling bisa diterima dan yang paling terkenal dikalangan pada ulama. yaitu, Makkiyah adalah apa yang turun sebelum hijrah Rasulullah ke Madinah, biarpun turunnya bukan di daerah Mekkah. Dan Madaniyah adalah apa yang turun setelah hijran, walaupun turunnya itu di daerah Mekkah.[5]
Pendapat ini sebagaimana dikatakan oleh para ulama sebagai pendapat yang paling diterima dan terkenal, karna ketika batasan yang digunakan adalah waktu, bukan tempat atau tanda-tanda, maka hal tersebut akan bisa membedakan antara dua hal dengan lebih akurat. Dengan menggunakan waktu sebagai pembeda, kita juga bisa menentukan na>sikh wa mansu>kh yang terdapat dalam al-Quran dengan melihat ayat mana yang terdahulu turun dan yang turun kemudian.
Dengan berdasar pada pengertian ini maka ayat al-Quran “أليوم أكملت لكم” termasuk ayat madaniyah biarpun ayat tersebut turun pada hari jumat di Arafah pada hajji wada’.[6]
B. Ciri-ciri ayat Makkiyah dan Madaniyah
Dalam menentukan ayat al-Quran dari segi Makkiyah atau Madaniyahnya, ulama mempunyai dua metode, dengan berdasar pada riwayat dan dengan menggunakan analogi. sebagaimana yang dikatakan oleh Al-ja’bari> yang dikutip oleh Dr. Subhi> al-S|a>leh dikatakan “lima’rifati makki> wal madani> t|ari>qa>ni, sima>’i> wa qiya>si>”.[7]
Metode yang pertama, kita dapat mengetahui Makkiyah atau Madaniyahnya sebuah ayat berdasar pada riwayat dari para sahabat Nabi yang hidup pada masa turunya al-Quran tersebut. Dari riwayat ini kita bisa mengetahui dimana dan kapan ayat tersebut turun, dan para sahabat Nabi dalam menerangkan suatu ayat al-Quran, mereka terbiasa menyebutkan keterangan tentang ayat tersebut, dimana ayat itu turun, bagaimana keadaan Nabi ketika ayat tersebut turun, siapa saja yang ada di sekitar Nabi ketika ayat tersebut turun. Jadi dari keterangan sahabat tersebut kita bisa menentukan Makkiyah atau Madaniayahnya sebuah ayat.
Metode yang kedua, kita dapat menggunakan metode analogi, yaitu dengan mengetahui ciri-ciri surah Makkiyah dan Madaniyah yang diungkapkan oleh para ulama, dengan ciri-ciri tersebut kita bisa menganalogikan dengan surah lain yang memiliki ciri-ciri yang sama.
Adapun ciri-ciri surah Makkiyah:
1) Semua surah yang di dalamnya terdapat kata (كلا). Dan lafaz ini diulang dalam al-Quran sebanyak 33 kali.
2) Semua surah yang di dalamnya ada ayat sajadah
3) Semua surat yang di awalnya ada huru>f al tahajji (huruf terputus/pembuka surah) kecuali pada surah al-Baqarah dan ali imra>n.
4) Semua surah yang di dalamnya terdapat kisah-kisah para Nabi dan ummat terdahulu, kecuali surah al-Baqarah.
5) Semua surah yang di dalamnya terdapat (يا أيها الناس) dan tidak terdapat (يا أيها اللذين أمنو), kecuali pada surah-surah yang ada penjelasan mengenai pengecualiannya.
6) Semua surah yang di dalamnya terdapat kisah Iblis dan Nabi Adam, kecuali pada surah al-Baqarah.
7) Semua surah mufas|s|al (surah pendek)[8]
Adapun ciri-ciri surah Madaniayah diantaranya:
1) Semua surah yang di dalamnya terdapat hudu>d (hukum yang ditentukan batasnya oleh al-Quran) dan fara>id} ( warisan).
2) Semua surah yang di dalamnya terdapat izin untuk berjihad dan penjelasan hukum-hukum jihad.
3) Semua surah yang menyebutkan orang-orang munafik, kecuali pada surah al-Ankabu>t.[9]
Disamping ciri-ciri yang telah disebutkan diatas, setiap masing-masing dari Makkiyah dan madaniyah mempunyai karakteristik pada setiap ayat atau surahnya, diantara karakter ayat-ayat atau surah-surah Makkiyah adalah:
Pertama: Karakteristik dari segi tata bahasa.
1) Ayat dan surahnya ringkas.
2) Banyak menggunakan penegasan dan pengulangan dalam ayatnya, untuk lebih menguatkan makna.
3) Kas|ratu al-fawa>s|il (ayatnya pendek).
4) Kalimatnya mengandung makna yang kuat.[10]
Kedua: karakteristik dari segi kandungannya
1) Menetapkan asas aqidah dan mengajak manusia untuk beribadah hanya pada Allah yang Esa.
2) Mengajak kepada dasar-dasar akhlak dan syariat yang bersifat umum, yang tidak berubah dengan berubahnya zaman, seperti sedekah, berbuat baik, silaturahmi dll.
3) Mengabarkan kisah-kisah para nabi dan ummat-ummat terdahulu.[11]
Sama halnya dengan ayat-ayat Makkiyah, ayat-ayat Madaniyah juga mempunyai beberapa karakteristik, baik dari segi tata bahasanya, ataupun dari segi materi yang dikangdungnya.
Pertama: Karakteristik dari segi tata bahasa
1) Kebanyakan surah atau ayat-ayatnya panjang.
2) Menggunakan bahasa yang tenang dan argumen yang rasional dalam membantah para ahli kitab.
Kedua: Karakteristik dari segi kandungannya
1) Menjelaskan cabang-cabang syariat, dan perincian tentang hukum-hukum yang berkaitan dengan ibadah, muamalah, hubungan antar manusia dan masalah hudu>d .
2) Menjelaskan secara gamblang sifat dan keadaan orang munafik, keburukannya dan peringatan untuk menjauhinya.
3) Menjelaskan kaidah dalam masalah syariat, terkhusus dalam masalah jihad, dan menjelaskan hikmah disyariatkannya jihad, dah masalah-maslah yang berkaitan dengan jihad.
4) Mengajak ahli kitab untuk beriman kepada Allah, dan menjelaskan argumen-argumen kepada mereka.[12]
Melalui pemaparan ini dapat kita lihat bahwa setiap dari ayat atau surah Makkiyah atau Madaniyah memiliki karakteristik tersendiri, baik dari segi tata bahasa yang digunakan (us|lu>b) ataupun dari kandungan ayat atau surah tersebut secara umum.
Seperti yang kita lihat dari karakteristik di atas, dari segi tata bahasa ayat atau surah Makkiyah lebih singkat dibandingkan ayat atau surah Madaniyah, hal ini berlaku umum bukan secara mutlak, karna ada juga beberapa ayat atau surah Makkiyah yang panjang. Adapun dari segi kandungannya, ayat atau surah Makkiyah lebih menekankan pada dasar-dasar aqidah dan syariat yang bersifat umum, sedangkan ayat atau surah Madaniyah lebih menekankan pada perluasan atau pengembangan syariat yang dibangun di ayat atau surah Makkiyah, dengan lebih menjelaskan rincian dan cabang-cabang syariat.
C. Pembagian al-Quran dari segi Makkiyah dan Madaniyahnya
Surah dalam al-Quran yang berjumlah 114 surah, ketika kita menggunakan defenisi yang ke tiga(yang telah dijelaskan sebelumnya) maka surah-surah dalam al-Quran akan terbagi kedalam dua bagian yaitu surah-surah yang turun sebelum hijrah dan surah-surah yang turun setelah hijrah. Walaupun tidak dapat disangkal bahwa pada beberapa surah al-Quran ada perbedaan pendapat mengenai Makkiyah atau madaniyahnya surah tersebut.
Ima>m al-Suyu>ti> di dalam al-itqa>n mengutip perkataan Ibn al-D}urais dalam kitabnya fada>ilu al-Quran, beliau berkata: Ibn al-D}urais berkata dalam fad|a>I al-Quran: bercerita kepada saya Muhammad bin Abdullah bin Abi> ja’far al-Ra>zi>, berkata pada saya Amru> bin Ha>ru>n, berkata pada saya ‘Us|ma>n bin At|a’ al-Khurasa>ni>, dari ayahnya, dari Ibn ‘Abba>s berkata: ketika fa>tihatu al-kita>b (pembuka atau yang mengawali surah al-Quran) diturunkan di Mekkah, maka ditulis di Mekkah, kemudian Allah menambahkan di dalamnya apa yang Dia inginkan, dan yang pertama diturunkan dari al-Quran , iqra’ bismi rabbik, kemudian nu>n, kemudian ya> ayyuha al-muzammil, kemudian ya> ayyuha al-mudas|s|ir, kemudian tabbat yada> abi> lahab, kemudian iza al-syams kuwwirat, kemudian sabbih isma rabbika al-a’la>, kemudian wallaili iza> yagsya>, kemudian wal fajri, kemudian wa al-d|uh}a>, kemudian alam nasyrah, kemudian wa al-as}r, kemudian wa al-‘a>diya>ti, kemudian inna> a’t|aina>ka, kemudian alha>kum al-taka>s\ur, kemudian araaita al-lazi> yukazzibu, kemudian qul ya> ayyuha al-na>s, kemudian qul hua allahu ahad, kemudian wa al-najmi, kemudian ‘abasa, kemudian inna> anzalna>hu fi> lailati al-qadri, kemudian wa al-syamsi wa al- d|uh}aha>, kemudian wa al-sama>I zati al-buru>j, kemudian wa al-ti>n, kemudian lii>la>fi quraisy, kemudian al-qa>ri’ah, kemudian la> uqsimu bi yaumi al –qiya>mah, kemudian wailun likulli humazah, kemudian al-mursala>t, kemudian qa>f, kemudian la> uqsimu biha>za al-balad, kemudian wa al-sama>’i wa al-t|a>riq, kemudian iqtarabati al-sa>’ah, kemudian s}a>d, kemudian al-a’ra>f, kemudian qul u>h|iya ilayya, kemudian ya>si>n, kemudian al-furqa>n, kemudian al-mala>ikah, kemudian ka>f ha>ya>’ains{a>d, kemudian t|a>ha, kemudian al-wa>qi’ah, kemudian yu>suf, kemudian al-hijr, kemudian al-an’a>m, kemudian al-s}a>ffa>t, kemudian luqma>n, kemudian saba’, kemudian al-zumar, kemudian h}a>min al-mu’minu>n, kemudian h}amin al-sajadah, kemudian h}a>mi>n’ainsyi>nqa>f, kemudian h}a>min al-zukhruf, kemudian al-dukha>n, kemudian al-ja>s|iyah, kemudian al-ah}qa>f, kemudian al-za>riya>t, kemudian al-ga>s|iyah, kemudian al-kahfi, kemudian al-nah}l, kemudian inna> arsalna> nu>h}an, kemudian surah ibra>him, kemudian al-anbiya’I, kemudian al-mu’minu>n, kemudian tanzi>l al-sajadah, kemudian al t}u>r, kemudian taba>raka al-mulk, kemudian al-h}a>qah, kemudian sa’ala, kemudian ‘ama yatasa>alun, kemudian al na>zia>t, kemudian iza al-sama>u infatarat, kemudian iza al-sama>u insyaqqat, kemudian al-ru>m, kemudian al-‘ankabu>t, kemudian wailun lilmutaffifi>>n.
Ini adalah apa yang allah turunkan di Mekkah, kemudian yang diturunkan di Madinah adalah:
Surah al-baqarah, kemudian al-anfa>l, kemudian a>li ‘imra>n, kemudian al-akhza>b, kemudian al-mumtah}inah kemudian al-nisa>’, kemudian iza>zulzilat, kemudian al-h}adi>d, kemudian al-qita>l, kemudian al-ra’d, kemudian al-rah{ma>n, kemudian al-insa>n, kemudian al t}ala>q, kemudian lam yakun, kemudian al-h{asyr, kemudian iza> ja>a nas}rullahi, kemudian al-nu>r, kemudian al-h}aj, kemudian al-muna>fiqu>n, kemudian al-muja>dalah, kemudian al-h{ujura>t, kemudian al-tah}ri>m, kemudian al-jum’ah, kemudian al-taga>bun, kemudian al-s}af, kemudian al-fath, kemudian al-ma>idah kemudian bara>’ah.[13]
Biarpun telah banyak ulama yang mengklasifikasikan al-Quran ke dalam pembagian Makkiyah dan Madaniyah dalam berbagi fersi, tapi tetap saja masih ada beberapa surah dalam al-Quran yang menjadi pertentangan dari segi Makkiyah atau Madaniyahnya.
Setidaknya di dalam al-Quran ada dua belas surah yang dipersilisihkan, apakah surah itu Makkiyah atau Madaniyah, kedua belas surah itu adalah: 1) al-Fatihah; 2) ar-Ra’d; 3) ar-Rahman; 4) as-Saff; 5) at-tagabun; 6) at-Tatfif; 7) al-Qadar; 8) al-Bayyinah; 9) az-zalzalah; 10) al-Ikhlas; 11) al-Falaq; 12) an-Nas.[14].
Disamping permasalahan ini, ada juga permasalahan yang berkaitan dengan Makkiyah dan Madaniyahnya sebuah ayat atau surah, diantaranya adalah:
Pertama: ayat-ayat pengecualian yang terdapat dalam surah Makkkiyah atau Madaniyah.
1) Al-Fatihah, setengah dari ayatnya turun di Madinah, yaitu setengah yang terakhir.
2) Al-Baqarah, Madaniyah kecuali ayat(ليس عليك هداهم ) dan (فاعفوا واصفحوا)
3) Al-An’a>m, Ibn Khasi>r berkata: kecuali sembilan ayat, tapi pendapat ini tidak ada dalil yang sahih yang mendukungnya. Terlebih lagi ada riwayat yang mengatakan bahwa surah ini turun sekaligus.
4) Al-A’ra>f, diriwayatkan dari Abu al-Syeikh dari Qata>dah berkata: al-A’ra>f Makiyyah kecuali ayat (واسأل هم عن القرية)
5) yu>suf, kecuali tiga ayat yang terdapat di awal surah.
6) Al-Anfa>>l, kecuali ayat (واذ يمكر بك الذين كفروا)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar