
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tidaklah tersembunyi bagi siapapun juga bahwa tiap-tiap sesuatu dan ada
kadarnya. Demikianlah sunnatullah didalam alam ini. Sejarah adalah saksi yang
benar menetapkan kebenaran ini. Allah
swt. menurunkan al-Qur’an kepada Rasul kita Muhammad saw.
untuk memberi petunjuk kepada manusia. Turunnya al-Qur’an merupakan
peristiwa besar yang sekaligus menyatakan kedudukannya bagi penghuni langit dan
penghuni bumi. Turunnya al-Qur’an pada malam lailatul qadar merupakan
pemberitahuan kepada alam tingkat tinggi yang terdiri dari Malaikat-Malaikat
akan kemuliaan umat Muhammad saw. Turunnya al-Qur’an yang kedua kalinya secara
bertahap, berbeda dengan kitab yang sebelumnya, sangat mengagetkan orang dan
menimbulkan keraguan terhadapnya, sebelum jelas bagi mereka rahasia hikmah
ilahi yang ada dibalik itu. Rasulullah tidak menerima risalah agung ini
sekaligus dan kaumnya pun tidak puas dengan risalah tersebut karena kesombongan
dan permusuhan mereka. Olehnya itu wahyupun turun berangsur-angsur untuk
menguatkan hati rasul dan menghiburnya serta mengikuti peristiwa dan
kejadian-kejadian sampai Allah menyempurnakan agama ini dan mencukupkan
nikmat-Nya.[1]
|
B.
RUMUSAN MASALAH
Dari uraian latar belakang tersebut di
atas, penulis mengemukakan beberapa pokok pembahasan sebagai berikut:
1.
Apa pengertian Nuzulul
Qur’an ?
2.
Waktu diturunkannya al-Qur’an ?
3.
Bagaimana proses turunnya al-Qur’an ?
4.
Apa hikmah diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur ?
BAB II

A.
Pengertian Nuzulul Al Qur’an
Sebuah kelumrahan
dalam mengkaji sebuah cabang ilmu pengetahuan, untuk selalu kembali kepada
makna ungkapan atau akar kata dari sebuah istilah yang menjadi objek kajian. Berdasar akan
niat untuk mendapatkan pemahaman yang betul-betul tepat dan benar, maka istilah
yang berasal dari bahasa asing. Sebisa mungkin, kita kaji dari bahasa asalnya.
Dalam kaitan turunnya Al Qur’an sering disebutkan dengan kata-kata seperti nuzul
(نزول), inza>l (إنزال), tanazzul (تنزّل), tanzi>l (تنزيل), dan munazzal (منزّل) yang masing-masing berati turun,
menurunkan, hal turun, proses penurunan, dan yang diturunkan.
Kata Nuzu>l al-Qur’an,
berasal dari uraian kalimat bahasa arab. Sebuah kalimat yang terdiri dari
susunan dua kata, Nuzu>l dan al-Qur’an. Memahami ungkapan ini,
sebaiknya kita urai terlebih dahulu kepada pencarian makna kata perkata.
Sebagai awal, kita
menjelaskan makna nuzu>l secara tersendiri. Barulah kemudian
menggandengkannya dengan kata al-Qur’an .
Kata Nuzu>l, secara bahasa memiliki
beberapa arti. Para Ulama berbeda pendapat mengenai hal ini. Ragam pendapat
itu adalah sebagai berikut[3]:
a.
|
b.
Al-Zarqani menjelaskan bahwa kata nuzul mempunyai makna dasar (perpindahan
sesuatu dari atas ke bawah) atau (suatu gerak dari atas kebawah).
Menurutnya, dua batasan tersebut memang tidak layak diberikan untuk maksud
diturun-kannya al-Qur’an oleh Allah, karena keduanya hanya lebih tepat dan
lazim dipergunakan dalam hal yang berkenaan dengan tempat dan benda atau materi
yang mempunyai berat jenis (BJ) tertentu. Sedangkan Al Qur’an bukan semacam
benda yang memerlukan tempat perpindahan dari atas ke bawah. Tapi yang benar
adalah memahami bahwa kata nuzul itu bersifat majazi, yakni pengertian nuzul
Al Qur’an bukan tergambar dalam wujud perpindahannya al-Qur’an, atau al-Qur’an
itu turun dari atas ke bawah, tetapi harus di pahami sebagai pengetahuan bahwa al-Qur’an
telah diberitakan oleh Allah swt. kepada penghuni langit dan bumi. Di sini
terkandung maksud bahwa nuzul harus di ta’wilkan dengan kata i‘lam yang berarti pemberitahuan atau pengajaran. Maka nuzu>l al-Qur’an berarti proses pemberitaan atau penyampaian ajaran al-Qur’an yang terkandung di dalamnya[4].
c.
Imam Al-Fairu>z Aba>di dalam kamusnya Al-Muhi>th kata itu berarti Al-hulu>l fī al-maka>n (bertempat di suatu tempat)[5].
d.
Imam Al-Z}amakhsyari dalam tafsirnya Al-Kasysya>f, mengartikannya dengan Al-Ijtima>’ (kumpul).
e.
Sebagian Ulama mengartikannya dengan
arti turun secara berangsur-angsur atau sedikit demi sedikit.
Secara Terminologi
makna Nuzul al-Qur’an ini para ulama tidak seragam dalam menjelaskannya. Sebagaimana
mereka berbeda dalam melihat maknanya secara bahasa, dalam hal ini pun terdiri
dari beberapa interpretasi masing-masing sebagaimana berikut.
a.
Mayoritas Ulama berpendapat, arti kata nuzu>l dalam konteksnya dengan al-Qur’an tidak perlu kita pahami sebagaimana arti
turun secara hakiki. Yaitu berarti turun atau bertempat maupun berkumpul,
melainkan dibawa kepada pemahaman secara majazi[6].
Sebab, lafadzh Al-Qur’an adalah kala>m Allah swt. yang tidak relevan
dengan pemaknaan turun dengan meluncur dari atas ke bawah. Apalagi, secara
jelas Allah menegaskan bahwa tidak ada yang melebihi kedekatan Allah kepada
manusia sebagai hamba-Nya[7].
b.
Beberapa Ulama lain berpendapat, yakni
tokoh golongan Jahmiyah dan Ibnu Taimiyah. Bahwa dalam hal ini, mengartikan
kata nuzu>l tidak perlu dialihkan
dari makna hakiki kepada arti majazi. Karena penggunaan kata tersebut dengan
turun dari tempat yang tinggi telah menjadi ungkapan lumrah dan kebiasaan bagi
orang Arab.[8]
B. Waktu dan Periodesasi Turunnya Al-Qur’an
1. Waktu Turunnya Al-Qur’an
Permulaan turunnya Al-Qur’an adalah
pada malam Lailatul Qadri, tanggal 17
Ramadan tahun ke empat puluh dari kelahiran Nabi Muhammad saw.. Bertepatan
dengan 6 Agustus 610 M. Sewaktu beliau sedang berkhalwat (meditasi) di dalam
Gua Hira di atas Jabal Nur, sebelah utara kota Mekah.
Ayat yang pertama kali turun adalah Q.S.
Al-’Alaq/ 96 :
1-5.
إِقْرَ أْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِىْ خَلَقَ . خَلَقَ
اْلإِنْسَانَ مِنْ عَلَقٍ . إِقْرَ أْ وَرَبُّكَ اْلأَكْرَمُ . الَّذِى عَلَّمَ
بِالْقَلَمِ . عَلَّمَ اْلِإنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ .
Kemudian akhir diturunkannya Al-Qur’an
adalah pada masa menjelang wafatnya Rasulullah
saw.. Tepatnya pada tanggal 9 Dzulhijjah tahun 63 kelahiran Nabi Muhammad saw.
tepatnya tahun 10 H. bertepatan dengan 27 Oktober 632 M. Ayat yang terakhir
kali turun adalah Q.S. Al-Maidah/ 5: 3.
الْيَوْمَ
أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَ أَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِىْ وَرَضِيْتُ
لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنًا
Sementara pendapat lain adalah dari
Imam Al-Suyuthi yang mengikuti pendapat Abdullah ibnu Abbas, bahwa ayat yang
terakhir kali turun adalah Q.S. Al-Baqarah/ 2 : 281.
وَاتَّقُوْا يَوْمًا تُرْجَعُوْنَ فِيْهِ إِلَى اللهِ ثُمَّ
تُوَفَّى كُلُّ نَفْسٍ مَا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُوْنَ
Berdasar dari sinilah kemudian para
ulama menetapkan masa yang telah menjadi waktu penurunan Al-Qur’an adalah
selama 22 tahun 2 bulan 22 hari, dan inilah yang menjadi kesepakatan Jumhur
Ulama. Inti perbedaan dalam penetapan ini, berkisar pada perbedaan pendapat
mengenai berapa lama Nabi saw. tinggal di Mekah setelah di angkat menjadi
Rasul.
Menanggapi perbedaan ini, ahli
sejarah syariat Islam melakukan penelitian akan hal tersebut. Kemudian
disimpulkan bahwa lama Rasulullah saw. menetap di kota Mekah setelah masa
kenabian adalah dua belas tahun, lima bulan, dan tiga belas hari. Mulai
terhitung dari tanggal 17 Ramadhan tahun ke 14 dari kelahiran beliau hingga
bulan Rabiul Awal tahun ke 54 dari kelahiran beliau.
Sedangkan masa
menetapnya beliau di kota
Madinah adalah sembilan tahun, sembilan bulan dan sembilan hari. Terhitung dari
awal bulan Rabiul Awal tahun ke 54 sejak kelahiran beliau sampai pada bulan
Zulhijjah tahun ke 63 dari kelahiran beliau. Itu tepat pada tahun ke sepuluh
hijriah. Maka hasil penelitian ini pun dihubungkan kepada pendapat yang paling
mendekati dan itu adalah pendapat bahwa masa penurunan Al-Qur’an selama
dua puluh tiga tahun[9].
2 . Periodisasi
Turunnya Al-Qur’an
Masa turunnya Al-Qur’an selama
22 tahun lebih tersebut terbagi dalam dua periode, yaitu.
a.
Periode pertama adalah periode Mekah.
Yaitu, periode dimana Nabi saw. masih tinggal di Mekah. Menurut ahli peneliti, masa Nabi
tinggal di Mekah adalah selama 12 tahun 5 bulan 13 hari. Terhitung mulai turun
pertama pada tanggal 17 Ramadan tahun ke 41 dari kelahiran Nabi Muhammad saw.,
bertepatan dengan 6 Agustus 610 M. sampai dengan Rabi’ul Awal tahun ke 54
kelahiran Nabi saw.
b.
Periode kedua adalah periode Madinah, yaitu,
periode dimana Nabi Muhammad saw. telah berhijrah ke Yatsrib kota Madinah
sekarang. Rasul hidup di Madinah selama 9 tahun 9 bulan 9 hari, terhitung sejak
awal Rabi’ul Awal tahun 54 kelahiran Nabi saw. yang bertepatan dengan 27
Oktober 632 M.[10]
Dua periodisasi inilah, kemudian yang
menjadi dasar pengklasifikasian ayat-ayat al-Qur’an menjadi dua. Ayat-ayat
Makkiyah dan Madaniyah, sebagaimana dalam sebuah pokok bahasan yang akan di
bahas oleh pemakalah berikutnya yang termasuk dalam kajian Ulumul Qur’a>n .
C. Proses Turunnya al-Qur’an
Proses
(tahap-tahap) turunnya al-Qur’an adalah fase-fase penurunan al-Qur’an yang
bermula dari proses penyaluran al-Qur’an itu dari sumbernya (Allah swt.)
kemudian prosesnya hingga sampai kepada Nabi Muhammad saw.
Al-Qur’an adalah kitab suci terakhir
yang pada beberapa aspeknya, memiliki perbedaan dengan kitab-kitab suci
sebelumnya. Khususnya pada cara penurunannya, al-Qur’an sangatlah berbeda dengan kitab lain[11].
Beberapa kitab suci sebelumnya turun secara sekaligus kepada Rasul yang telah
ditentukan oleh Allah swt. sebagai penerimanya. Sedangkan al-Qur’an, memang
juga ditujukan kepada Rasul Allah swt. yang telah dipilih oleh-Nya melainkan
menggunakan dua sistem penurunan. Diturunkan secara sekaligus dan secara berangsur-angsur.
Tahap-tahap diturunkannya al-Qur’an ada
tiga fase, sebagaimana yang akan dijelaskan berikut.
a.
Fase Pertama (At-Tana>zul al-awwal)
Tahapan pertama, al-Qur’an
diturunkan/ ditempatkan di lau>h
Mahfudzh. Yakni, suatu tempat yang telah ditentukan oleh Allah swt. sebagai
tempat tercatatnya segala sesuatu yang terjadi baik yang telah lalu maupun akan
datang. Tempat yang tidak dapat diketahui oleh manusia secara pasti.
Dalil yang
mengisyaratkan bahwa al-Qur’an ditempatkan di Lau>h Mahfu>dzh adalah firman Allah swt. Q.S. Al-Buruj/85 :
21-22.
ö@t/ uqèd ×b#uäöè% ÓÅg¤C ÇËÊÈ Îû 8yöqs9 ¤âqàÿøt¤C ÇËËÈ
Terjemahannya:
Bahkan yang
didustakan mereka itu ialah al-Quran yang mulia, Yang (tersimpan) dalam Lauh
Mahfuzh.[12]
Namun, mengenai
waktu atau sejak kapan al-Qur’an itu ditempatkan di Lau>h Mahfu>dzh hanya Allah swt. yang mengetahuinya. Dzat
yang Maha mengetahui segala hal yang tersembunyi, hal-hal yang kadang dianggap
ghaib oleh makhluk adalah perihal mudah bagi sang Pencipta.
Hikmah dari fase pertama
penurunan ini adalah menegaskan eksistensi Lau>h
Mahfu>dzh dan fungsinya sebagai tempat catatan umum (arsip) dari segala
mahluk, alam dan semua kejadian. Sekaligus sebagai bukti akan keluasan ilmu
Allah swt. dan kekuasaan-Nya serta kekuatan kehendak dan kebijaksanaan-Nya[13].
b.
Fase Kedua ( At-Tana>zulu al-Tsa>ni )
Tahapan kedua, al-Qur’an
turun dari Lau>h
Mahfu>dzh ke bait al-‘Izzah di
langit dunia. Bait al-‘Izzah adalah
tempat khusus di langit dunia atau pada langit yang terdekat dengan bumi ini.
Ada beberapa dalil
yang diasumsikan oleh Ulama, yang menyatakan fase kedua ini. Baik dari al-Qur’an
maupun dari hadis Nabi saw., diantaranya sebagai berikut.
Q.S. Al-Dukhan/44
: 3.
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû 7's#øs9 >px.t»t6B 4 $¯RÎ) $¨Zä. z`ÍÉZãB ÇÌÈ
Terjemahannya:
Sesungguhnya kami
menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi[14] dan Sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.[15]
Q.S. Al-Qadr/97 :
1
!$¯RÎ) çm»oYø9tRr& Îû Ï's#øs9 Íôs)ø9$# ÇÊÈ
Terjemahannya:
Sesungguhnya kami
Telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan[16].
Q.S. Al-Baqarah/2
: 185.
ãöky tb$ÒtBu
üÏ%©!$#
tAÌRé&
ÏmÏù
ãb#uäöà)ø9$#
Terjemahannya:
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah)
bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Quran[17]
Hadis riwayat Al-Nasai,
Hakim dan Baihaqi dari Ibnu Abbas ra., beliau berkata :
أُنْزِلَ الْقُرْآنُ جُمْلَةً
وَاحِدَةً إِلَى سَمَاءِ الدُّنْيَا فِىْ لَيْلَةِ الْقَدْرِ , ثُمَّ أُ نْزِلَ بَعْدَ
ذَلِكَ فِىْ عِشْرِيْنَ سَنَةً
Dalil-dalil yang
di atas sangat jelas menunjukkan turunnya al-Qur’an pada
fase kedua ini, begitupula cara turunnya yang sekaligus turun seluruhnya dari Lau>h Mahfu>dzh ke Bait al-‘Izzah di langit dunia.
Para ulama pun
telah mengeluarkan sebuah Ijma‘
tentang adanya al-Qur’an diturunkan secara sekaligus sebagaimana
penjelasan sebelumnya. Hanya saja terdapat tiga pendapat tentang cara turun
fase kedua ini[18],
ketiga pendapat itu adalah sebagai berikut :
a.
Imam Al-Suyuthi, Al-Zarkasyi, dan
lain-lain mengatakan bahwa turunnya Al-Qur’an dari Lau>h Mahfu>dzh ke Bait
al-‘Izzah adalah secara sekaligus turun dengan seluruh isi al-Qur’an. Pendapat ini,
bersandar kepada dalil-dalil yang telah tersebut di atas. Secara jelas
menerangkan turunnya Al-Qur’an tahap kedua ini dengan sekaligus[19].
c.
Mayoritas ulama, seperti Muqatil, Abu
Abdillah Al-Halimi, Al-Mawardi, Al-Qurthubi dan lain-lain mengatakan. Turunnya al-Qur’an
ke Bait al-‘Izzah itu adalah secara
bertahap sampai dua puluh kali dalam dua puluh malam Lailatul Qadri dari dua puluh tahun. Tiap tahun diturunkan sejumlah
ayat yang dilanjutkan akan disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad saw. di
bumi[20].
d.
Sebagian ulama lain, seperti Imama
Al-Sya’bi dan lain-lain mengatakan turunnya Al-Qur’an ke Bait al-’Izzah itu pertama-tama dimulai
pada malam Lailatul Qadri. Setelah
itu, diturunkan secara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dalam berbagai
kesempatan dari beberapa waktu yang berlainan.[21]
Dari uraian
pendapat yang ada, penulis lebih cenderung memilih pendapat pertama yang lebih
berdasar kepada dalil-dalil naqli
sebagai landasan pendapatnya. Dimana permasalahan ini, adalah merupakan hal
gaib yang hanya diketahui dengan dalil yang berasal dari Yang Maha tahu akan
segala sesuatu yang lahiriah maupun gaib.
Penurunan fase
kedua ini, adalah suatu proses yang telah diatur sedemikian rupa oleh Sang
Pencipta Alam semesta. Apapun yang diatur atau ditetapkan oleh Allah pastilah
memiliki banyak hal yang bisa kita dapatkan darinya. Baik itu berupa pelajaran atau hikmah
yang bisa kita petik.
Adapun hikmah yang
bisa kita ambil dari fase kedua ini, antara lain:
a.
Menunjukkan kehebatan dan kemukjizatan Al-Qur’an,
yang memiliki proses penurunan yang berbeda dengan kitab-kitab suci lainnya.
Yaitu adanya Al-Qur’an diturunkan secara bertahap-tahap.
b.
Menjelaskan kebesaran Nabi Muhammad
saw. yang menerima kitab suci Al-Qur’an ini, yang tidak diterimanya langsung secara
sekali diterima, melainkan diatur secara bertahap. Mula-mula ditempatkan di Lau>h Mahfu>dzh, lalu ke Bait al-‘Izzah secara sekaligus, baru
kemudian disampaikan secara berangsur-angsur langsung kepada Nabi Muhammad saw.
c.
Memberitahukan kepada para Malaikat dan
para Nabi serta para Rasul terdahulu, mengenai kemuliaan dan ketinggian Nabi
Muhammad saw. sebagai rasul penghabisan, dan juga sebagai penerima kitab suci
terakhir.[22]
c.
Fase ketiga ( Al-Tana>zul al-Tsa>lits )
Tahapan ketiga, al-Qur’an
turun dari Bait al-‘Izzah di langit
dunia langsung kepada Nabi Muhammad saw.. Artinya, setelah wahyu kitab al-Qur’an
itu pertama kalinya ditempatkan di Lau>h Mahfu>dzh, lalu keduanya
diturunkannya ke Bait al-’Izzah di
langit dunia, kemudian ketiganya disampaikan langsung kepada Nabi Muhammad saw.
baik melalui perantaraan Malaikat Jibril as., atau pu secara langsung ke dalam
hati sanubari Nabi saw., maupun dari balik tabir.
Tahap ketiga ini,
bersandar kepada beberapa dalil antara lain sebagai berikut. Q.S. Al-Baqarah/2
: 99.
ôs)s9ur !$uZø9tRr& y7øs9Î) ¤M»t#uä ;M»oYÉit/ ( $tBur ãàÿõ3t !$ygÎ/ wÎ) tbqà)Å¡»xÿø9$# ÇÒÒÈ
Q.S. Ali Imran/3 : 7.
uqèd üÏ%©!$# tAtRr& y7øn=tã |=»tGÅ3ø9$# çm÷ZÏB ×M»t#uä ìM»yJs3øtC £`èd Pé& É=»tGÅ3ø9$# ãyzé&ur ×M»ygÎ7»t±tFãB
(
Q.S. Al-Syu’ara/26 : 193-194.
نَزَلَ بِهِ الرُّوْحُ اْلأَمِيْنُ عَلَى قَلْبِكَ لِتَكُوْنَ مِنَ الْمُنْذَرِيْنَ
Q.S. Al-Isra’/17: 106.
وَقُرْآنًا فَرَقْنَاهُ لِتَقْرَأَهُ عَلَى النَّاسِ عَلَى
مُكْثٍ وَنَزَّلْنَاهُ تَنْزِيْلاً
Q.S. Al-Furqan/25: 32.
وَقَالَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لَوْلاَ نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ
جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَالِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَهُ تَرْتِيْلاً
HR. Thabrani.
إذا تكلم الله بالوحي أخذت السماء رجفة شديدة من خوف الله
فأذا سمع بذلك أهل السماء صعقوا وخروا سجدا فيكون أولهم يرفع رأسه جبريل, فيكلمه
الله بو حيه بما أراد فينتهى به على
الملائكة فكلما مر بسماء الدنيا سأله أهلها : ماذا قال ربنا ؟ قال الحق فينتهى به
حيث أمر
HR. Bukhari.
أن الحارث بن هشام سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم فقال :
يا رسول الله, كيف يأتيك الوحي ؟ فقال :
أحيانا يأتينى مثل صلصلة الجرس وهو أشده علي, فيفصم عنى وقد وعيت عنه ما قال : و
أحيانا يتمثل لى الملك رجلا فيكلمنى فأعى ما يقول قالت عا ئشة : ولقد رأيته ينزل
عليه الوحي فى اليوم الشديد البرد. فيفصم عنه وإن جبينه يتصفد عرقا
Melihat
dalil-dalil dan hadis-hadis tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa cara
turunnya al-Qur’an pada fase ketiga ini adalah secara langsung kepada Nabi
Muhammad saw. dengan cara berangsur-angsur, sedikit demi sedikit dan
kadang-kadang lewat perantaraan malaikat Jibril as.
Mengenai cara
malaikat Jibril as. menerima wahyu Al-Qur’an adalah sesuai dengan hadis riwayat
Thabrani di atas. Yaitu Jibril mendapatkan firman Allah swt. langsung dari
sisi-Nya. Kemudian cara Rasulullah saw. menerima wahyu al-Qur’an dari
Jibril as. adalah dengan salah satu dari dua cara berikut.
a.
Kadang-kadang Rasulullah saw.
melepaskan diri dari dunia manusia masuk ke alam malaikat, lalu menerima wahyu
dari Jibril as.. Cara ini adalah lebih berat bagi beliau, sehingga tidak jarang
beliau tiba-tiba pingsan karena hal ini.
b.
Kadang juga Malaikat Jibril yang datang
kepada Rasulullah saw., tentunya dengan beralih kealam manusia. Bahkan menyamar
menyerupai manusia. Kemudian Rasul menerima wahyu al-Qur’an darinya.
Sedangkan hikmah
penurunan al-Qur’an fase ketiga ini, yang secara langsung kepada
Nabi Muhammad saw. dan dengan berangsur-angsur, meliputi beberapa poin berikut.
a.
Mempermudah pembacaan dan
penyampaiannya kepada umat manusia sebagaimana keterangan dari ayat Q.S.
Al-Isra’/17 : 106 di atas. Sebab, jika sekiranya al-Qur’an itu diturunkan
secara sekaligus, tentu akan sukar untuk mempelajari pembacaannya, apalagi
penyampaiannya kepada masyarakat.
b.
Mempermudah untuk menghafalkannya,
berdasarkan ayat 32 dari surah Al-Furqan di atas. Sebab, seandainya semua ayat al-Qur’an
disampaikan sekaligus, tentu akan sukar untuk menghafalkannya langsung secara
keseluruhan.
c.
Mempermudah pemahaman seluruh ajaran al-Qur’an,
sesuai pula dengan penjelasan ayat 32 dari surah Al-Furqan di atas. Karena,
seandainya ayat Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. secara
sekaligus, maka akan sulit untuk mengurai setiap ajaran di dalamnya.
d.
Lebih meresapkan inti ajaran al-Qur’an ke
dalam hati Nabi saw. dan umatnya. Berdasar pula dari ayat 32 surah Al-Furqan di
atas. Karena apabila Al-Qur’an diterima secara sekaligus, Nabi saw. beserta
umatnya akan sulit meresapi ajaran-ajaran yang ada dalam al-Qur’an .
e.
Mempermudah praktik pelaksanaan hukum
yang di atur dalam al-Qur’an. Oleh karena itu, para sahabat-pun ketika
mempelajari al-Qur’an kepada Rasulullah saw. juga dengan sedikit demi sedikit,
semisal sepuluh-sepuluh ayat. Mereka tidak beralih kepada ayat berikut sebelum
betul-betul mantap terhadap ayat-ayat yang dipelajari itu terlebih dahulu.
f.
Memberi kesempatan kepada umat Islam
guna menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan ajaran al-Qur’an yang
diturunkan secara berangsur-angsur. Dengan demikian, mereka mempunyai rentan
waktu sebagai proses adaptasi meninggalkan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi
larangan dan perlahan-lahan melaksanakan hal-hal yang di perintahkan.
D. Hikmah Turunnya Secara Berangsur-Angsur
Al-Qattan[23] menyebutkan
bahwa hikmah diturunkannya al-Qur’an secara bertahap adalah sebagai berikut:
1.
Memantapkan hati Rasulullah saw.
Firman
Allah swt Q.S. al-Furqan/25: 32:
tA$s%ur tûïÏ%©!$# (#rãxÿx. wöqs9 tAÌhçR Ïmøn=tã ãb#uäöà)ø9$# \'s#÷Häd ZoyÏnºur 4 y7Ï9ºx2 |MÎm7s[ãZÏ9 ¾ÏmÎ/ x8y#xsèù ( çm»oYù=¨?uur WxÏ?ös?
Terjemahnya:
Berkatalah orang-orang yang
kafir: "Mengapa al-Quran itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun
saja?" demikianlah supaya kami perkuat hatimu dengannya dan kami
membacanya secara tartil (teratur dan benar).
Dengan turunnya wahyu secara
bertahap menurut peristiwa, kondisi, dan situasi yang mengiringinya, tentu hal
itu lebih sangat kuat menancap dan sangat terkesan di hati sang penerima wahyu,
yakni Rasulullah saw. Dengan begitu turunnya melaikat kepada beliau juga lebih
intens (sering), yang tentunya akan membawa dampak psikologis kepada beliau;
terbaharui semangatnya dalam mengemban risalah dari sisi Allah swt.
2.
Untuk memudahkan menghafal al-Qur’an
.
Dengan turunnya al-Qur’an secara
berangsur-angsur, memudahkan sahabat dalam menghafalnya, memahami maknanya,dan
dipraktekkan langsung dalam kehidupan sehari-hari
3.
Untuk menyesuaikannya dengan
peristiwa-peristiwa yang terjadi, dan menciptakan kebertahapan dalam
pemberlakuan hukum.
4.
Sebagai Mukjizat
Setiap kali Rasulullah saw,
dihadapkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang maksudnya melemahkan, maka Allah
memberikan jawaban melalui wahyu al-Qur’an yang
sekaligus melemahkan mereka.
5.
Juga di antara hikmahnya, adalah
untuk menjawab segala pertanyaan dan problem yang muncul di kalangan kaum
mu’minin[24].
Nuzul
al-Qur’an, nuzul dalam kamus lisan
al-Arab berarti (al-hulul) berdiam atau tinggal. Sedangkan menurut Az-Zarqani, penggunaan Nuzul itu sendiri mengandung dua
pengertian. Pertama berarti: tinggal disuatu tempat dan berdiam atau
beristirahat ditempat itu. Kedua berarti: turunnya sesuatu dari tempat yang
tinggi menuju ke tempat yang rendah. Sedangkan makna al-Qur’an secara bahasa
banyak diperselisihkan oleh para ulama, ada yang mengatakan Musytaq dan ada
yang mengatakan Jamid[25].
Akan
tetapi, secara sederhana apabila kita buka dalam kamus Arab al-Munawwir
misalnya, kata tersebut berarti bacaan karena makna tersebut diambil dari
makna Qiraatun atau Qur’an, yaitu bentuk masdar dari Qara’a.[26]
Penulis
menganggap rangkaian dua kata tersebut yang terdiri dari susunan idhofah
memberikan pemahaman bahwa yang dimaksudkannya adalah turunnya al-Qur’an
sendiri. Akan tetapi kata sebahagian ulama khalaf: kebanyakan orang telah
menafsirkan Nuzul pada beberapa tempat dalam al-Qur’an bukan dengan maknanya
yang terkenal, lantaran kesamaran yang terjadi bagi mereka ditempat-tempat itu,
lalu menjadilah tafsiran mereka hujjah bagi orang yang menafsirkan Nuzul al-Qur’an
itu dengan tafsir mutakallimin. Diantara mereka ada yang mengatakan, bahwa yang
dikehendaki dengan menurunkan al-Qur’an ialah melahirkan dari tempat yang
tertinggi, kemudian malaikat Jibril menurunkannya dari tempat tersebut, dan
diantara mereka ada yang berkata, yang dikehendaki dengan menurunkan al-Qur’an
ialah memberitahu kepada malaikat, sehingga mereka paham, kemudian mereka
membawa turun apa yang telah mereka pahamkan itu.
Untuk
menolak keraguan, Hasbi Ash Shiddiqy memberikan pernyataan bahwa hakikat
keadaan turun yang terdapat dalam kitab Allah ada tiga macam: Pertama:
Turun yang ditegaskan bahwa dia itu diturunkan dari Allah. Kedua: Turun
yang ditegaskan bahwa dia itu diturunkan dari langit. Ketiga: Turun yang tidak dikaitkan dengan turunnya dari Allah dan tidak pula
dikaitkan dengan turunnya dari langit. Ketiga pernyataan tersebut semuanya bisa
kita temui dalam al-Qur’an[27].
Pertama, firman
Allah dalam surah Al-An’am/6: 114. yang berbunyi:
أَنَّهُ مُنَزَّلٌ مِنْ رَبِّكَ بِالْحَقِّ فَلاَ
تَكُوْنَنَّ مِنَ الْمُمْتَرِيْنَ
Terjemahannya:
“Bahwa al-Qur’an itu
diturunkan dari Tuhanmu dengan sebenar-benarnya, maka janganlah kamu
sekali-kali termasuk orang yang ragu-ragu”.
Kedua, firman
Allah dalam surah Al-Hijr/, ayat 22 yang berbunyi :
فَأَنْزَلْنَا مِنَ
السَّمَآءِ مَآءً فَأَسْقَيْنَا كُمُوْهُ وَمَآ اَنْتُمْ لَهُ بِخَازِنِيْنَ
Terjemahannya:
“Dan Kami turunkan
hujan dari langit, lalu Kami beri minum kamu dengan air itu, dan sekali-kali
bukanlah kamu yang menyimpannya”.
Ketiga, firman
Allah dalam surah Al-Fath/48: 4. yang berbunyi:
هُوَالَّذِيْ أَنْزَلَ
السَّكِيْنَةَ فِيْ قُلُوْبِ الْمُؤْمِنِيْنَ لِيَزْدَادُوْا إِيْمَا
نًامَّعَ إِيْمَا نِهِمْ
Terjemahannya:
“Dialah (Allah) yang
telah menurunkan ketenangan kedalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan
mereka bertambah disamping keimanan mereka (yang telah ada)".
Diantara
ketiga ayat yang dikutip diatas, ketika kita memperbincangkan masalah makna
Nuzul dalam kaitannya dengan Nuzul al-Qur’an, menurut hemat penulis ayat yang
pertamalah yang paling mendekati kebenaran, karena memang pada kenyataannya al-Qur’an
itu diturunkan dari Allah merupakan kalam Allah yang tidak bisa diganggu gugat,
bukan kalam orang lain. Dan tidaklah kita katakan bahwa al-Qur’an itu ‘ibarah
dari kalamnya, dan apabila dibaca oleh seorang pembaca, tidaklah dikatakan
kalam pembaca itu sendiri, karena kalam itu disandarkan kepada orang yang
mengatakannya pada permulaan, bukan kepada orang yang menyampaikannya.
Kemudian
pertanyaan yang muncul selanjutnya adalah kalau al-Qur’an itu diturunkan, terus
apanyakah yang diturunkan? Apakah lafadznya ataukah maknanya? Karena hal ini
mengundang perdebatan dikalangan ulama, diantaranya ada yang berpendapat bahwa:
a. Pendapat
pertama, menetapkan bahwa yang diturunkan itu lafadz dan makna. Jibril
menghafal al-Qur’an dari Lauh al-Mahfudz kemudian menurunkannya.
b. Pendapat kedua,
menetapkan bahwa Jibril menurunkan maknanya saja. Rasul memahami makna-makna
itu, lalu beliau menta’birkan dengan bahasa Arab.
c. Pendapat
ketiga, menetapkan bahwa Jibril menerima lalu Jibril mentakbirkannya dengan
bahasa Arab. Dan ada paham bahwa isi langit membaca al-Qur’an itu dengan bahasa
Arab. Lafadz Jibril itulah yang diturunkan kepada Nabi s.a.w.
Ketiga
pendapat tersebut kalau kita tengok dalam al-Qur’an sebenarnya sudah
dijelaskan. Hal ini juga terkait dengan al-Qur’an apakah ia sebagai lafadz atau
makna. Diantaranya firman Allah dalam Q.S. Al-Buruj/85 :
21-22
بَلْ هُوَ قُرْءَانُ مَجِيْدٌ فِيْ لَوْحٍ مَحْفُوْظٍ
Terjemahannya:
“Tetapi dia
(sebenarnya) Qur’an yang mulia (termaktub) di Lauh al-Mahfudz”.
Q.S.
al-Buruj/85: 21-22
إِنَّهُ لَقَوْلُ رَسُوْلٍ
كَرِيْمٍ
Terjemahannya:
“Sesungguhnya al-Qur’an
itu adalah benar-benar wahyu Allah yang diturunkan kepada Rasul yang mulia”.
Q.S.
al-Haqqah/69 :40.
¼çm¯RÎ)
ãAöqs)s9
5Aqßu
5OÌx.
ÇÍÉÈ
Terjemahannya:
Sesungguhnya Al Quran itu adalah benar-benar wahyu
(Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia,
Q.S.
Asy-Syu’ara/26 : 193-194.
tAttR ÏmÎ/ ßyr9$# ßûüÏBF{$# ÇÊÒÌÈ 4n?tã y7Î7ù=s% tbqä3tGÏ9 z`ÏB tûïÍÉZßJø9$# ÇÊÒÍÈ
Terjemahannya:
”Dia dibawa turun
oleh Ar-Ruh Al-Amin (Jibril), kedalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah
seorang diantara orang-orang yang memberi peringatan.
Ayat
pertama dipahami oleh sebagian ulama bahwa al-Qur’an itu dinisbahkan kepada
Allah. Allah menjadikannya di Lauh al-Mahfudz, sementara ayat kedua dipahami
oleh sebagian ulama, bahwa lafadz al-Qur’an adalah lafadz Jibril, sementara
ayat ketiga dipahami juga oleh sebagian ulama, bahwa lafadz al-Qur’an itu adalah
lafadz Rasul sendiri. Kalau demikian, tentulah yang diturunkan kepada Nabi saw.
adalah makna al-Qur’an, lalu Nabi menyebutnya dengan memakai lafadz Nabi
sendiri.
Para
muhaddits berpendapat bahwa, pendapat yang terdekat kepada kebenaran dan
keagungan al-Qur’an, ialah pendapat yang pertama. Itulah yang lebih tepat dan
lebih sesuai dengan kedudukan al-Qur’an sebagai kalamullah dan sebagai suatu
mukjizat.
Al-Juwainy
berkata: kalamullah itu (yang diturunkan) terbagi dua yaitu:
1.
Bahagian yang
Allah sampaikan kepada Jibril: katakanlah kepada Nabi yang engkau diutus
kepadanya, bahwa Allah swt., berkata begini, atau menyuruh mengerjakan
begini, atau memerintahkan begini. Jibril memahami apa yang difirmankan oleh
Allah swt., kemudian ia membawa turun kepada Nabi dan lalu menyampaikannya apa
yang difirmankan Allah swt. kepadanya. Akan tetapi, bukan dengan ibarat yang
didengar oleh Allah swt., yakni yang disampaikan itu hanya maknanya saja.
2.
Bahagian yang Allah sampaikan kepada Jibril: Bacalah kepada Nabi kitab
ini, maka Jibril turun membawa yang disuruh baca itu dengan tidak mengubah
lafadz. Hal ini serupa dengan utusan yang diserahkan kepadanya suatu surat dan
diperintahkan ia membaca surat itu kepada orang yang dimaksudkan, maka yang
membawa surat dan yang membacanya, tentulah membacanya persis sebagai isi surat
sendiri, sedikitpun tidak berubah.
Al-Ashfahani
mengatakan dalam muqaddimah tafsirnya bahwa Ahlu Sunnah wal Jamaah telah
sepakat bahwa kalamullah itu diturunkan, tetapi mereka berbeda pendapat dalam
mengartikan inzal (turunnya) al-Qur’an. Sebahagian lagi mengatakan bahwa Allah
mengilhamkan kalam-Nya kepada Jibril, dengan mengajarkan bacaan kalam itu
kepada Jibril. Setelah itu Jibril melakukan bacaan tadi di bumi, yang sudah
barang tentu ia turun ke bumi[28].
Ringkasnya,
bahwa makna diturunkannya al-Qur’an ialah, diturunkannya dari alam gaib kedalam
alam syahadah dengan jalan menzahirkan rupanya yang bersifat alam kepada para
utusan-utusan (para malaikat yang dijadikan utusan), atau dengan jalan
dilahirkan di Lauh al-Mahfudz, atau dihujamkan dalam jiwa Nabi. Beginilah makna
diturunkan al-Qur’an yang dipegang oleh ulama khalaf. Sebagaimana juga
diterangkan oleh pengarang al-Kulliyat, bahwa makna diturunkan al-Qur’an,
bukanlah dia diangkat dari satu tempat kesatu tempat yang lain melainkan hanya
maknanya saja, Jibril menurunkan apa yang ia pahami dari kalamullah di atas
langit tujuh lalu turun untuk mengajarkan yang demikian kepada para Nabi di
atas bumi.[29]
BAB III

Dari pembahasan di atas, pada bab
penutup ini penulis mengambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Pengertian
al-Qur’an terdapat beberapa pendapat ulama sebagaimana
yang telah diuraikan pada pembahasan sebelumnya, namun dapat disimpulkan bahwa,
al-Qur’an adalah kalam Allah yang diturunkan
kepada Nabi saw, lafaz-lafaznya mengandung mukjizat, membacanya
mempunyai nilai ibadah, diturunkan secara mutawa>tir, ditulis pada
mushaf, dari awal sura al-Fatihah sampai akhir surat annas.
2. Nuzulul
Qur’a>n maknanya adalah turunnya al-Qur’an , dalam pengertian “al-Qur’an ” secara terminologi. Dan pembahasan Nuzulul
al-Qur’an adalah pembahasan tentang proses turunnya
wahyu al-Qur’an kepada Rasulullah saw.
3.
Proses turunnya al-Qur’an dapat dibagi pada dua bagian: Pertama,
turunnya secara sekaligus pada malam lai>latul qadr ke langit dunia. Kedua,
turunnya secara bertahap kepada Nabi saw. melalui malaikat Jibril.
4.
Hikmah turunnya al-Qur’an
a.
Untuk mengukuhkan hati
Rasulullah saw.
b.
Sebagai tantangan dan
manampakkan kemukjizatannya.
c.
Untuk memudahkan dihafal dan
dipahami.
d.
Penyesuaian dengan peristiwa
aktual yang terjadi, dan terciptanya kebertahapan pemberlakuan hukum.
e.
|
f.
Untuk menjawab pertanyaan dan
permasalahan yang muncul dikalangan kaum muslimin.
5.
Makna diturunkan al-Qur’an,
bukanlah dia diangkat dari satu tempat kesatu tempat yang lain melainkan hanya
maknanya saja, Jibril menurunkan apa yang ia pahami dari kalamullah di atas
langit tujuh lalu turun untuk mengajarkan yang demikian kepada para Nabi di
atas bumi.
DAFTAR PUSTAKA
|
Al-Ba>qy, Muhammad Fu’ad ‘Abd., al-Mu’jam
al-Mufahras li al-Fadz al-Qur’an al-Karim, Angkasa, ttp., tth.
Al-Qur’an al-Karim.
al-Shiddiqy, T. M. Hasbi. Sejarah dan Pengantar
Ilmu al-Qur’an, Jakarta: Bulan Bintang, 1987 M.
Ash-Shiddieqy, M.
Hasbi. Sejarah
dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, bulan Bintang,
Jakarta: 1992.
Abu, Zaid, Hamid
Nasr, Mafhum an-Nash, Diratsah fii ‘Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh,
Khoiron Nahdliyyin, dengan judul, Tekstualitas Al-Qur’an, Yogyakarta:
LKIS, 2003.
Anwar, Abu. Ulumul
Qur’an sebuah pengantar, Cet. 1, Pekan Baru:
PT. Amzah, 2002,
As-Shalih Subhi, Mabahits fi Ulum al-Qur’an,
diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1996,
Az-Zarkasyi
(Badaruddin Muhammad bin Abdillah), al-Burhan fi Ulumi al-Qur’an, Cet.
III, Beirut: dar al-Ma’rifat li at-Tiba’ahwa an-Nasyr,1972,
Al-Zarqani, Muhammad
Abd al-Azim, Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, Jilid 1, Dar al-Fikr;
Beirut: 1998,
Azzarkasyi, Badruddin Muhammad bin
Abdullah, Al-Burha>n fî
‘Ulu>mil Qur’a>n, Tahqiq Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, Cairo: Maktabah :Dar Al-Turats, Juz 1, h.
228.
Azzarqani, Mana>hilul ‘Irfa>n fî
‘Ulu>mil Qur’a>n, Tahqiq Fawwaz Ahmad Syarzali, Cet. III, Beirut-Libanon: Dar Al-Kitab Al-‘Arabi,
t.th. Juz 1
Dan, Shalahuddin Arqah, Ikhtisha>r
Al-Itqa>n fî ‘Ulu>mil Qur’a>n li As-Suyu>thy, Cet.II, Beirut-Libanon: Dar An-Nafais, t.th.
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam (cet. III; Jakarta: PT. Intermasa, 1994), jil. IV
Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi
Islam, cet. III; Jakarta: PT. Intermasa, 1994, jil. IV.
Djalal, Abdul. Ulumul Qur’a>n Edisi Lengkap. Cet. II; Surabaya: Dunia
Ilmu, t.th.
Muhammad, Aly
Ash-Shabuny. At-Tibyan
fi ‘Ulum Al-Qur’an, Terjemahan, Pengantar Study Al-Qur’an, Jakarta: PT. Al-Ma’arif, 1982.
Munawwir, Ahmad
Warson. al-Munawwir,
kamus Arab-Indonesia. Surabaya: Pustaka Progressif 2002.
Mandzhur, Ibnu. Lisa>n
al-‘Arab. Juz
14, Cet. I, Beirut:
Dar Shadir, 2000 M.
|
Mardan, Al-Qur'a>n Sebuah pengantar memahami al-Qur'a>n secara utuh. cet.I, Jakarta:Pustaka Mapan, 2000.
Munawwir, Ahmad Warson, al-Munawwir, kamus
Arab-Indonesia, Pustaka Progressif, Surabaya: 2002.
Shihab, M. Quraish. Membumikan al-Qur’an Kisah dan hikmah kehidupan, (cet. II; Bandung: Mizan, 1994
Syadali, Ahmad. dan Rofi’i,
Ahmad, Drs., H., Ulumul Qur’a>n ,
Cet. III, Jil. I, Bandung: Pustaka Setia, 2006 M
[2]Nasr Hamid Abu
Zaid, Mafhum an-Nash, Diratsah fii ‘Ulum al-Al-Qur’a>n, diterjemahkan
oleh, Khoiron Nahdliyyin, dengan judul, Tekstualitas Al-Al-Qur’a>n, (Yogyakarta: LKIS, 2003).h. 68
[4] M. Syakur Sf, ‘Ulumul al-Qur’an, (semarang : PKPI2-FAI Universitas Wahid Hasyim), 2007, h. 31-32
[5] Ibnu Mandzhur juga
berpendapat sama dalam hal ini, lihat
Ibnu Mandzhur, Lisa>n al-‘Arab, (Juz 14, Beirut: Dar Shadir, cet. I, 2000 M), h. 237
[7] Sehubungan
dengan makna ini, Azzarqani juga lebih memilih pendapat membawa makna nuzu>l
kepada makna kiasan. Dia mengambil makna lain yaitu al-i’la>m
(pemberitahuan). Lihat Azzarqani, Mana>hilul
‘Irfa>n fî ‘Ulu>mil Qur’a>n, Tahqiq Fawwaz Ahmad Syarzali, Dar
Al-Kitab Al-‘Arabi, Beirut-Libanon, Cet. III, Juz 1, h. 38.
[9] Azzarqani, Mana>hilul ‘Irfa>n fî ‘Ulu>mil
Qur’a>n, Tahqiq Fawwaz Ahmad Syarzali,( , Cet. III, Juz 1,
Beirut-Libanon, Dar Al-Kitab Al-‘Arabi,tht) , h. 46.
[14] Malam yang
diberkahi ialah malam al-Qur’a>n pertama kali diturunkan. di Indonesia
umumnya dianggap jatuh pada tanggal 17 Ramadhan.
[16] Malam kemuliaan
dikenal dalam bahasa Indonesia dengan malam Lailatul Qadr yaitu suatu malam
yang penuh kemuliaan, kebesaran, Karena pada malam itu permulaan Turunnya al Quran.
[18] Lihat Dewan
Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam (cet. III; Jakarta: PT.
Intermasa, 1994), jil. IV, h. 134.
[19] Azzarkasyi, Al-Burha>n
fî ‘Ulu>mil Qur’a>n, Tahqiq Muhammad Abul Fadhl Ibrahim, (Juz 1, Cairo: Maktabah Dar Al-Turats, ), h.
228.
[20] Shalahuddin
Arqah Dan, Ikhtisha>r Al-Itqa>n fî ‘Ulu>mil Qur’a>n li
As-Suyu>thy, (,
Cet.II, Beirut-Libanon: Dar An-Nafais, t.th.) , h. 45.
[25]Muhammad Abd al-Azim Al-Zarqani,
Manahil al-Irfan fi ‘Ulum al-Qur’an, (Jilid 1,
Beirut: Dar al-Fikr, 1998), h. 60
[26] Ahmad Warson Munawwir, al-Munawwir,
kamus Arab-Indonesia, (Pustaka Progressif, Surabaya: 2002), h. 168
[27] M. Hasbi Ash-Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Al-Qur’an, (Jakarta: bulan
Bintang, 1992), h. 45
[28] As-Shalih Subhi, Mabahits
fi Ulum al-Qur’an, diterjemahkan oleh Tim Pustaka Firdaus,( Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1996), h. 90
sungguh anugrah yang tiada tandingannya telah diturubkan alquran untuk petunjuk hidup kita manuasia.
BalasHapus